Rabu, 07 Mei 2014

                          SETAHUN DI SMK MUSPLA
Asalamualaikum.Wr.Wb.

1 sejarah pertama masuk muspla
Sejak aku lulus dari Ssmp n 3 wonosari aku sudah tertarik pada sekolah ini yaitu SMK MUSPLA atau SMK MUHAMADDIYAH  1 PLAYEN.
Saya akan menceritakan pengalaman pertama masuk sekolah ini sapi sekarang, pengalaman pertama aku mulai sejak pendaftaran siswa baru, saya saat itu mendaftar melalui jalur khusus, saya tertarik pada sekolah ini karena ada banyak bidang studi di antaranya : Otomotif, Mesin, TKJ, dan AV dan saya pun tertarik pada satu bidang studi yaitu TKJ.
Pengalaman Kedua yaitu saat MOS (masa orientasi siswa) disitu saya harus berpakaian unik serta s rambutnya harus cepak yang panjangnya 3mm serta saya di bimbing untuk selau disiplin dan saya juga di beri arahan dan peraturan tata tertib selama saya menjadi siswa SMK MUHAMADDIYAH 1 PLAYEN.
Pengalaman ketiga yaitu saat pertama mengikuti pelajaran, disaat itupun saya menemukan teman- teman baru, serta Guru pembimbing baru. Guru-gurunya di SMK MUSPLA pada ramah-ramah makanya saya betah belajar di sini. Saya belajar disini banyak dikasih tentang imu-ilmu yang bermanfaat contohnya saya mengambil bidang studi TKJ saya di ajarin bagaimana cara merakit PC dengan benar, menginstal windows 7,  memperbaiki  PC yang rusak, membuat rangkain kabel RJ45, membuat BLOG, DL
            2.watak dan karakter guru”
Selain ada pengalaman saya juga  memiliki watak dan sifat-sifat guru yang saya ketahui selama saya masuk di sekolah SMK MUHAMADDIYAH 1 PLAYEN yaitu :
A.      Bapak.wahyu : beliau adalah wali kelas saya  kelas XTIB, Beliau selain menjadi wali kelas XTIB pak wahyu juga  sebagai pengurus BK, Pak wahyu juga mengajar di pelajaran kemuhamaddiyahan, tarikh, serta aklak. Yang saya ketahui bapak wahyu memiliki sifat disiplin dalam mengatur siswa-siwanya makanya beliau cocok sebagai pengurus PB
B.      .Bapak Adik Ariyanto : beliau adalah guru saya yang mengajar dalam pelajaran aqidah dan Al-Qur’an dan Al-Hadish. Beliau adalah guru yang ramah, dan disiplin
C.      Ibu Eni Mawarti : Ibu eni adalah guru saya yang mengajar dalam pelajaran MATEMATIKA. Ibu Eni memiliki sifat yang ramah, murah senyum, serta sabar dalam mengajar apabila siswanya belum paham dalam materinya.
D.      Bapak Lilik Prasetyo : Pak lilik adalah guru saya yang mengejar dalam pelajaran PRAKTEK TI, Beliau  memiliki sifat disiplin dan tidak mau apabila siswanya ramai dalam pelajarnya.
E.       Ibu Titik Yulianti : Ibu Titik adalah guru saya yang mengajar dalam pelajaran PKN, Ibu titik memiliki sifatbaik gak suka marah dan suka bercanda dalam pelajaran.
F.       Bapak  Chrissandy yudha : pak chrissandy adalah guru yang mengajar dalam pelajaran Olahraga dan kesehatan jasmani. Beliau memiliki sifatyang tidak membedabedakan murid satu dengan yang lain dan beliau ingin diangap hanya seperti kakak saya sendiri.
G.     Bapak sihono : beliau adalah guru yang mengajar dalam pelajaran fisika, beliau guru yang gak pernah marah dan sabar terhadap muridnya.
H.     Bapak Nova Kumara : pak nova adalah guru mapel yang mengajar dalam pelajaran seni Budaya, beliau adalah guru yang gakpernah marah dan disiplin dalam mengajar murud-muridnya
Sekian dari itu dan masih banyak lagi yang mau saya bicarakan tapi waktu yang berbicara akan karena itu cukup sampai disini saya menulis makala ini bila ada salah kata yang saya tulis saya mohon maaf yang sangat dalam dari hati saya .

from which I created this blog can be a task that may berksan
without the figure of a teacher I can not anything I say thanks


Wasalamualaikum warohmatulohi wabarokatu

Jumat, 02 Mei 2014



“Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk 275 juta penduduk Indonesia”


Sumber : Litbang Kompas
Kini setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas sedikit, lebih tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa kasus yang membuat hati di dada kita “terhentak” membaca kelakuan para pejabat Negara.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Dari sudut pandang psikologis, saya melihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya menemukan pola ini cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu didalam diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan  di dunia yang sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup  terpenjara oleh keyakinannya yang salah.
Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat

http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan